jeongmal-annyeong

 -Bagi cinta, mudah saja membutakan mata hati manusia-

-o0o-

 

‘Coffee Cojjee’. Sebuah kedai kopi elit disekitar Cheongdam-dong. Merupakan tempat yang cukup popular karena kabarnya pemilik bangunan empat lantai ini seorang artis terkenal. Banyak hal yang menjadi daya tarik obyek bernuansa hitam dan putih ini, termasuk pernak-pernik berbau keartisan yang terpajang hampir disetiap sudut ruangan. Namun terlepas dari itu semua, hal yang menarik minat Yonghoon ternyata malah aroma nikmat dari tiap ramuan kopi yang ditawarkan oleh café elit tersebut.

Berteman seorang gadis lain disana, Yonghoon melewatkan jam makan siangnya dengan rangkaian perbincangan. Tanpa terasa, satu jam berlalu sejak mereka bertemu. Yonghoon tampak menjeda ocehannya. Kembali menyesap Caramel Moca yang nyaris tanpa sisa. Begitu pula hal yang dilakukan oleh gadis lain bernama Song Jisun itu.

Niat mereka melangkah ke topik selanjutnya, dihalau sebuah ponsel yang meronta tiba-tiba. Song Jisun yang sadar darimana getaran itu berasal, segera merogoh saku mantelnya. Namun seketika air mukanya berubah. Dengan sedikit keraguan ia pun menyambut panggilan itu.

“Yeoboseo?”

Mendapati perubahan diraut muka Jisun, termasuk sikap was-was dari cara gadis itu memandangnya, mudah saja bagi Yonghoon menebak siapa pemilik suara diseberang saluran. “Apa itu Kyuhyun?”

“Ne? Ne…” Jisun setengah terkejut.

“Berikan padaku!”

Gadis bermanik bulat itu menatap ragu Yonghoon yang tersenyum dengan tangan menengadah. Tapi akhirnya tetap ia serahkan meski dalam hati bertanya-tanya. Apa sebenarnya maksud senyuman miring Yonghoon?

“Hello Mr. Cho…” Sapa Yonghoon kelewat iseng.

Bayangkan betapa jeleknya muka Kyuhyun ditempatnya. Pasti antara mulut yang menganga, mata yang melebar, atau dahi berkerut karna terkejut. “Yo…Yonghoon-ah!” jawabnya terbata-bata. “Bagaimana kau bisa bersama Jisun?” aroma kepanikan menguar dari nadanya. Yonghoon setengah mati menahan tawa. Lelaki itu bertingkah layaknya kepergok selingkuh saja. “Katakan dimana kalian sekarang!”

“Kenapa? Kau takut aku akan memakannya?” lirikan Yonghoon jatuh kepada Jisun dan disambut kikikan tertahan oleh gadis cantik itu.

“Sama sekali tidak lucu Yong!”

“Siapa pula yang melucu? Tapi yang jelas Cho Kyuhyun, bersiaplah mengucap selamat tinggal pada gadismu!”

“Song Yonghoon, kubilang jangan macam-macam padanya!”

Tuutt…tuutt…tuuttt….

Pekikan Kyuhyun kian menyengsarakan telinga, terpaksa Yonghoon pangkas begitu saja. “Dasar pengganggu!” umpatnya, sambil menyerahkan lagi ponsel itu pada sang pemilik. “Lihat! Dia bahkan mencurigaiku” adunya pada Jisun yang tentu mendengar ocehan mereka. Tak lama kemudian disusul tawa Yonghoon yang puas akan tindak pembullyannya.

“Oh ya, sampai dimana pembicaraan kita tadi?”

Gadis dihadapan Yonghoon itu menjawab dengan tampang malu-malu. “Sampai pada Kyuhyun yang dulu diam-diam memandangiku” Maka berlanjutlah acara bincang ria mereka. Yang artinya, tamat pula riwayat Kyuhyun ditangan sahabatnya sendiri.

 

-o0o-

Yonghoon bersiap menarik selimut dan memulai kencan rutin bersama Teddy Bear usangnya malam itu, ketika Kyuhyun menerobos singgasana pribadinya. Lelaki yang tampak kesetanan itu mendekat dengan langkah arrogant. Matanya menyalang pada Yonghoon yang masih betah ditempat. “Perlu ku ajarkan cara mengetuk pintu?” sindir Yonghoon.

“Sebenarnya apa yang telah kau lakukan, Song Yonghoon?” Peduli apa Kyuhyun soal tatakrama, terlebih untuk  gadis yang kembali memompa tekanan darahnya. Gadis serampangan yang bertindak sesuka hati tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.

Dahi Yonghoon berkerut sempurna. Demi apapun dia tak tahu maksud omongan Kyuhyun. “Memangnya apa?”

“Masih saja mengelak? Kau pikir aku tak tahu apa yang coba kau beberkan pada Jisun tempo hari?”

“Ohh… Soal itu? Astaga, lagi pula itu bukan hal yang penting ‘kan?”

“Bukan hal penting kau bilang? Lalu kenapa dia menutup tokonya dan pergi entah kemana” Seharian ini Kyuhyun nyaris gila mencari keberadaan Jisun. Sejak bertemu Yonghoon tempo hari, Jisun semakin sulit dihubungi. Bahkan gadis itu menghilang hingga kini. “Kau pikir untuk apa aku diam selama ini, Yong?”

Yonghoon menyadari kejanggalan dari perdebatan mereka. Apa yang di benak keduanya ternyata jauh berbeda. Kyuhyun bukan sedang mengungkit tentang masa lalunya seperti yang sedang Yonghoon pikirkan. Melainkan soal rahasia tentang toko bunga yang dia yakin, Kyuhyun pasti berpikir hal itu telah bocor ketelinga Jisun berkat ulah dirinya.

“Kau pikir aku sebodoh itu, Cho Kyuhyun?” Semula Yonghoon enggan terlibat berdebatan. Tapi bagaimana pun ini tak bisa dibiarkan. Disingkapnya selimut tebal itu, dan mulai mensejajarkan tubuhnya dengan Kyuhyun yang berkacak pinggang dengan sangat angkuh. “Baiklah! Aku memang gadis serampangan seperti yang biasa kau bilang. Tapi perlu kau tahu bahwa otakku masih berfungsi dengan baik. Masih bisa kalau sekedar memilih bahan gurauan. Dan ya, aku tahu kau melakukan ini karena sangat mencintainya. Tapi tak ku sangka kau sampai tega menuduhku”

Tak mau termakan emosi, Yonghoon menyingkir dari kamar. Dengan hati berkedut nyeri akibat tatapan nyalang yang Kyuhyun layangkan demi gadis lain. Ini pertama kalinya terjadi di antara mereka, tapi Yonghoon tak menyangka akan sesesak ini rasanya.

Bukan ia merasa iri pada gadis itu, tapi sakit hatinya lebih menjurus pada sikap Kyuhyun yang seolah tak mengenal bagaimana dirinya. Hei…! Mereka hidup bersama bukan sehari dua hari saja. Mana Cho Kyuhyun yang mengaku tahu segala tentang dirinya? Yang ada kini hanya pria berengsek yang telah dibutakan oleh cinta.

Kyuhyun menyusul tak lama kemudian. Didekatinya Yonghoon yang meredam pikiran dengan sekaleng minuman. “Yong, aku tak bermaksud menuduhmu tapi…”

“Tutup mulutmu! Aku muak mendengar ocehanmu lagi”

Yonghoon terlanjur sakit hati. Wajar bukan? Lantas apa arti persahabatan yang terlajin puluhan tahun, bila karena masalah sesepele ini saja Kyuhyun tak bisa membuka mata. Dan satu hal lagi. Apa dia melupakan perasaan Yonghoon yang masih belum berkurang sedikitpun untuknya? Tidakkah ini keterlaluan bagi Yonghoon? Ayolah!

“Yong, bisa kita selesaikan masalah ini sekarang juga?” Kyuhyun tak ingin perkara menjadi lebih panjang. Baginya, perang dingin dengan Yonghoon itu ratusan kali lebih melelahkan ketimbang beradu mulut. Tapi apa tanggapan gadis itu?

“Kau, atau aku yang pergi?”

Artinya, apapun yang Kyuhyun lalukan itu percuma. Jadi tak ada alasan untuk tidak menurutinya.

 

-o0o-

Dilemparnya dasi malang itu asal. Nasib serupa dialami jas hitam yang turut terdampar dipunggung sofa. Kini giliran tubuh jangkungnya yang ambruk dan terkapar. Padahal masih lima langkah menuju tempat dengan hamparan busa yang mampu menopang lebar dan panjang tubuhnya. Tapi tenaga Kyuhyun rupanya cukup sampai disini saja.

Yang dilakukannya seharian ini padahal tak seberapa. Hanya ribut mencari Jisun dan berakhir dengan omelan Yonghoon. Mungkin ini memang hari sialnya. Satu masalah belum terpecah, kini dia malah terlibat situasi panas dengan gadis keras kepala itu. Firasatnya mengatakan, beberapa hari kedepan akan menjadi hari yang sulit. Terlebih saat menghadapi Yonghoon.

Well, Kyuhyun tak mengelak soal ia menuduhnya. Memang siapa lagi yang patut dicurigai, mengingat betapa embernya mulut si gadis bar-bar itu. Ditambah tabiatnya yang memang suka semaunya, makin kuatlah kecurigaan seorang Kyuhyun. Tapi melihat sikap Yonghoon tadi, Kyuhyun mulai meragukan apa yang ia pikirkan.

Yonghoon yang dia kenal, bukanlah tipe yang mudah pasrah. Menerima saja perkataan orang lain tentang dirinya. Dia akan memperjuangkan sekecil apapun fakta meski harus berdebat sekalipun. Lalu tadi itu, ada apa dengannya? Yonghoon tak meledak-ledak seperti biasa, dia lebih banyak diam.

“Apa aku memang keterlaluan?”

Kyuhyun bermonolog. Disusul helaan napas yang memprihatinkan.  Pikirannya kalut. Tak mengerti dengan yang sebenarnya telah terjadi. Kemana perginya Jisun, untuk alasan apa gadis itu pergi, dan benarkah itu bukan karena Yonghoon? Entahlah… Otaknya buntu. Kyuhyun merasa dipermainkan oleh kenyataan.

Drrrttt…

Satu pesan masuk, saat ia benar-benar enggan walau hanya bernapas. Dirogohnya dengan malas benda pintar dalam saku celana itu. Dan seketika mata Kyuhyun melebar sempurna, dengan punggung yang tegak dari tidurnya, setelah mengetahui siapa pengirim pesan itu.

 

From: -iYong-

-“Sebentar lagi Chuseok, akan menyenangkan bila kita lewati bersama keluarga” Itu katanya sebelum kami berpisah. Kurasa bisa menjadi petunjuk bagimu Kyu-

 

Lagi, bahkan kelopak mata Kyuhyun kian melebar kala berhasil mencerna rangkaian kata yang baru ia baca. “Gadis bodoh! Kenapa tak mengatakannya sejak awal?”

Jadi mari lupakan Kyuhyun yang semula tampak nyaris tak bernyawa, karena yang terlihat detik selanjutnya adalah dia yang kesetanan menyambar kunci mobil di meja lantas pergi entah kemana.

 

-o0o-

Song Jisun. Berteman si mungil yang menyumpal lubang telinga, terhubung oleh sebuah kabel yang menancap diponselnya. Sebuah benda yang mampu mengantar jutaan alunan merdu. Termasuk rangkaian nada bergenre ballad milik pelantun tembang idaman hatinya, Yesung. Tak jarang pula bibir tipis itu bersenandung, atau sekedar bergumam kala ia lupa dengan lirik lagu yang didengarnya.

Di malam penghujung musim gugur ini, Jisun menghabiskan waktunya dalam sebuah kereta. Kereta yang akan mengantarkannya pergi jauh, meski hanya sementara waktu. Membayangkan kicauan burung di tanah kelahiran, serta senyum hangat sang ayah ketika menyembut kedatangannya, membuat Jisun tak berhenti mengurai senyum. Padahal baru sekitar empat bulan lalu, terhitung sejak lambaian tangannya pada sang ayah di pemberhentian kereta yang ia tuju saat ini. Tapi rasa rindu itu seolah datang setiap detik ditiap harinya.

Berbeda dengan kepulangannya lalu, kini ia membawa sedikit kabar gembira. Satu hal yang turut berandil besar atas terbentuknya lengkungan manis di bibirnya. Yakni kabar menyangkut seorang lelaki yang dulu sempat ia ceritakan pada sang ayah. Lelaki yang dulunya pergi kini datang menghampirinya lagi.

‘Sepuluh menit lagi kita akan sampai di Stasiun Incheon. Bagi anda yang hendak turun, dimohon bersiap!’

Terdengar seruan sang petugas dari pengeras suara. Jisun yang tanggap lantas menggulung earphone miliknya dan menyimpannya dalam tas. Sesuai peringatan petugas, gadis itu pun kini tampak berkemas.

 

-o0o-

Kyuhyun menekan rangkaian angka yang menjadi kode pembuka sebuah pintu aparteman. Napasnya memburu. Tadi begitu lift terbuka, tanpa sadar dia langsung berlari. Kedengarannya konyol! Tapi memang yang terbesit dibenaknya hanya bagaimana untuk cepat sampai ke tempat ini.

“Yonghoon-ah… Yong…”

Bukan lagi jawaban yang ia dapat, namun justru sosok yang sedang ia cari. Terbaring disofa depan televisi, dengan sebotol Soju masih berada dalam genggaman. Seperti biasa, ia tak sadarkan diri. Kyuhyun mendekat, diraihnya Soju itu perlahan. Ia tahu persis, batas toleransi Yonghoon pada minuman itu terbilang sangat rendah. Bahkan Yonghoon hampir tak pernah menyentuhnya. Tapi lihat! Ini hampir botol kedua, karena ternyata masih terdapat satu lagi yang kosong di pinggir sofa.

Cukup menjadi bukti bahwa sesuatu tengah mengganggu pikiran Yonghoon. Dan Kyuhyun menyesal karena harus mengakui bahwa dialah pelakunya. Dialah yang bodoh karena melimpahkan kesalahan pada Yonghoon. Menjadikannya kambing hitam atas kekacauan yang terjadi. Tanpa sedikitpun usaha untuk mencari bukti, atau sekedar memikirkan perasaan Yonghoon. Kyuhyun akui ia salah besar kali ini.

“Mianhae… Jeongmal mianhae”

Tangan itu terulur, menyingkap helaian rambut yang menghalangi pesona dahi indah Yonghoon. Hati Kyuhyun serasa diremas mendapati sisa lelehan air mata yang samar masih membekas disudut mata itu. Kyuhyun bersumpah, terakhir ia melihat Yonghoon menangis ketika meninggalnya sang ibu. Dan mulai saat itulah Kyuhyun berjanji akan membuatnya selalu tersenyum. Takkan ada air mata lagi yang membasahi pipi Yonghoon. Kyuhyun masih ingat betul akan janji itu. Namun hari ini, ia melanggar janjinya sendiri.

“Maaf dan juga… terima kasih”

Sebut saja dia pecundang, tak tahu diri, atau apalah terserah! Karena Kyuhyun memang pantas menerima itu semua. Siapa yang dulu berkoar ingin membahagiakan Yonghoon? Bahkan setelah Kyuhyun memutuskan akan menikahinya, gadis itu tetap tak terlihat bahagia. Yang ada malah kesakitan yang setengah mati dipendamnya. Hingga akhirnya membuahkan sikap dingin dan acuh pada Kyuhyun bahkan nyaris ke semua orang. Ia lakukan sebagai reaksi keras atas perjodohan yang di direncanakan.

Pernikahan sejatinya bukanlah perkara sulit. Selama dua hati saling menyatu maka mudah saja mengikatnya dalam sebuah janji suci. Tapi justru disitulah letak permasalahan yang mereka alami. Tidak! Bukan mereka, melainkan Kyuhyun seorang. Ia sendiri pun menyesal. Andai diberi kesempatan menata ulang hatinya, Kyuhyun bersumpah untuk menempatkan sahabatnya itu dalam singgasana yang tertinggi. Hingga tak seorangpun dapat mengusik atau meraih posisinya.

“Janji itu, haruskah ku tarik kembali?”

Lagi, tangan Kyuhyun terulur. Namun kali ini ia gunakan untuk menghapus jejak tangis Yonghoon. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Bahkan untuk mengumbar janji lain saja Kyuhyun tak lagi berani. Ia takut hal yang sama akan terulang kembali. Tak cukupkah kesakitan yang gadis itu alami selama ini?

Tapi astaga, Kyuhyun sepertinya mulai tidak waras. Atau adakah setan yang merasukinya saat tubuh lelaki itu kian mendekati Yonghoon? Membuat jarak mereka semakin terkikis hingga tak lama kemudian, kecupannya pun jatuh dibibir Yonghoon. Entah apa motif Kyuhyun melakukan hal diluar nalar itu, tapi aura ketulusan terlukis jelas diwajah sendunya. Setelah ciuman manisnya usai, Kyuhyun lantas mengangkat tubuh mungil itu dan membawanya ketempat yang semestinya.

 

-o0o-

Coffee Cojjee, lagi. Untuk kedua kalinya dalam sebulan ini Yonghoon menyambangi café tersebut. Masih dengan pesanan yang sama dan ditemani gadis yang sama pula. Bedanya, seorang lagi hadir diantara mereka. Seorang pria malang yang terpaksa rela menjadi bahan ledekan kedua gadis itu, terutama Yonghoon.

“Harusnya kau langsung sujud padaku malam itu, dasar pecundang! Kau pecundang sejati Cho Kyuhyun!” serang Yonghoon lagi. Ia sedang berusaha memojokan Kyuhyun dengan mengungkit perkara malam itu.

Seminggu setelah kembalinya Jisun, situasi berangsur-angsur membaik. Termasuk hubungan Kyuhyun dan Yonghoon yang tampaknya telah kembali seperti semula. Berdebat dan saling meledek, persis menyerupai anjing dan kucing. Tapi itulah mereka yang sesungguhnya. Tanpa dusta ataupun sikap pura-pura.

“Aku setuju” ungkap Jisun yang langsung membuahkan protes Kyuhyun.

“Jangan ikut campur Ji! Kau tak punya senjata untuk berperang”

Alis Jisun memicing. “Aku punya! Bahkan puluhan jumlahnya. Termasuk kau yang diam-diam sering memandangiku, dulu. Memang sebutan apa yang lebih pantas ketimbang pecundang, Kyu?”

Tawa Yonghoon pecah detik itu juga. Mulut Jisun rupanya lebih berbisa. Rasanya puas melihat wajah Kyuhyun yang memucat seketika. Sungguh lelaki yang menyedihkan.  “Apa?” tanggap Yonghoon ketika  dihujam tatapan tajam oleh lelaki itu. “Jangan biarkan bola matamu jatuh menggelinding Kyu!”

“Katakan! Sejauh mana kau membeberkannya Yong?”

Yonghoon tengah meminum kopi yang masih tersisa, dan terpaksa harus menjeda aktivitasnya “Mmm… Tidak banyak, hanya sampai sejauh yang ku tahu tentangmu”

“Sialan kau! Itu sama saja semuanya”

Kini giliran Jisun yang tak bisa menahan kikikannya. Melihat sepasang sahabat itu kembali akur –ya, anggap saja begitu- membuat hatinya sedikit merasa tenang. Meski rasa bersalah masih mengalir disetiap nafasnya. Dia tak menyangka akan menjadi gadis egois yang merebut hati Kyuhyun dari tangan sahabat pria itu sendiri. Merasa seolah dirinya tertawa diatas kesakitan orang lain. Tapi mungkinkah ini yang seharusnya terjadi? Sebab tak hanya dia yang mencintai Kyuhyun, tapi lelaki itu juga merasakan hal yang sama. Lalu, dalam hal ini patutkah ia dipersalahkan? Ayolah, gadis itu hanya mengikuti alur ciptaan Tuhan.

“Berhubung tujuanku menemui kalian telah tersampaikan, aku akan pergi sekarang. Silahkan lanjutkan kencan kalian!” Yonghoon datang bukan hanya ingin bersenda gurau, tapi memang ada hal perting yang harus ia sampaikan. Diraihnya kembali mantel yang tergeletak dipunggung sofa. “Ingat Cho Kyuhyun, jaga kekasihmu itu baik-baik atau kau akan menyesal seumur hidup”

“Soal itu aku tahu. Tapi Yong, lebih baik makan dulu sebelum pergi! Aku tak mau kau menggegerkan semua orang karena asam lambungmu kumat”

Gadis itu mendengus melihat Kyuhyun yang kembali pada tabiatnya yang sok keibuan. “Ch… Aku bukan lagi bayi yang harus ditimang Kyu! Sampai bertemu lagi, Jisun-ssi”

Yonghoon pun akhirnya pergi. Meninggalkan Jisun dan juga Kyuhyun yang masih betah memandangi punggung sempit itu dari tempatnya. Kembali ia gagal mengungkapkan apa harusnya ia sampaikan. Dan sekali lagi Kyuhyun hanya bisa mengutuk harga dirinya yang terlampau tinggi. Bahkan untuk sekedar ungkapan ‘maaf dan terima kasih’ menjadi hal tersulit untuk ia lakukan.

 

-o0o-

“Seperti dugaan kita Tuan, rupanya Cho Kyuhyun memiliki wanita lain”

Lee Hyoshin, atau yang biasa dipanggil Sekretaris Lee. Adalah pria yang mengabdikan diri pada sosok ayah Yonghoon. Seseorang yang menjadi kaki tangan Tuan Song itu tampak sedang menunaikan tugasnya. Yakni semacam laporan atas pengintaian yang sedang ia lakukan. Bertempat disebuah café yang menjadi arena pertemuan antara Kyuhyun, Yonghoon, serta seorang gadis lain yang baru ia pastikan memiliki hubungan khusus dengan Kyuhyun.

“Segera lakukan sesuai rencana!”

“Baik, Tuan”

Ketika sambungan terputus maka artinya dia siap dengan tugas selanjutnya. Sekretaris Lee pun bangkit, membenarkan tatanan jas sehitam arang yang melingkupi tubuh tegapnya dan melangkah meninggalkan café itu, namun disaat yang sama seorang gadis memanggilnya dari arah berlawanan.

“Paman Lee?”

Suara itu. Dia tak perlu berpikir keras hanya untuk mengetahui siapa pemiliknya. Dan itulah mengapa tubuhnya sempat membeku, meski tak lama kemudian dia berhasil menetralkan raut asam diwajahnya.

“Nona Yong?”

“Sedang apa Paman disini?”

Dengan sikap yang dibuat sesantai mungkin, Sekretaris Lee menunjuk cangkir bekas pesanannya tadi. “Kopi. Aku butuh sedikit caffeine hari ini”

“Kenapa? Apa Ayah memberimu tugas yang berat?”

Berusaha untuk tetap tenang. Lelaki itu terseyum atas perhatian Yonghoon. Senyuman hangat hingga menampilkan sisi lembut yang tersembunyi di balik tubuh kekarnya. “Tidak Nona”

“Kalau begitu, apa sekarang Paman punya watku? Aku perlu bicara padamu” Yonghoon mendapati benih keraguan dari pandangan lelaki paruh baya itu pada arlogi yang ia kenakan. “Tenang saja, aku janji tidak akan lama”

Setelah melewati berbagai pertimbangan, Sekretaris Lee pun menyetujuinya “Baiklah”

“Bagus, tapi jangan disini. Kita bicara di mobil saja”

 

-o0o-

Malam itu sekitar pukul 10.15. Song Jisun mengunci rapat tokonya dan bersiap untuk pulang. Dibukanya payung lipat warna kuning polos itu. Dugaannya tepat bukan? Hujan benar-benar turun malam ini. Memang tak begitu deras, tapi angin dipenghujung musim gugur memberikan efek dingin hingga puluhan kali lipat. Tak masalah bila Kyuhyun datang menjemput seperti malam sebelumnya. Sayang, pangeran berkuda hitam itu sedang absen hari ini. Jadilah Jisun pulang seorang diri.

Tak disangka, hal itu membuahkan keuntungan bagi sekelompok pria berbadan besar yang mengintai kondisi sekitar sejak setengah jam lalu. Tepatnya disebuah mobil serba hitam kelam yang terparkir tak jauh dari toko Jisun. Melihat sosok yang mereka incar memasuki gang yang lumayan sepi, satu-persatu dari mereka turun dan bersiap memulai tindakan.

Disisi lain, Song Jisun tetap berjalan santai dengan irama yang senantiasa mengiringi langkahnya. Seperti biasa, ia tak pernah lupa memasang headset ditelinga. Bahkan sesekali ia ikut bernyanyi meski nadanya sedikit sumbang. Gadis itu mungkin tak sadar akan bahaya yang mengancam.

Sampai didepan sebuah mini market, perhatian Jisun dicuri oleh seorang lelaki yang hikmat pada ramyeon dengan asap yang masih mengepul dari cupnya, lelaki itu duduk disisi jendela dalam mini market tersebut. Sesaat kemudian, Jisun merasakan sesuatu yang meronta dalam perutnya, menggiring langkahnya memasuki tempat itu.

“Sial!” Umpat salah seorang dari ketiga pria yang tengah membuntuti Jisun.

“Tenang saja, dia tak mungkin selamanya disana”

Dan ya, kurang dari sepuluh menit sosok yang mereka incar pun keluar. Lengkap dengan tentengan berupa kantong plastic berisi makanan. Gadis itu tampak mengeratkan syal yang entah, sepertinya saat memasuki market tadi belum ia kenakan. Tapi peduli apa mereka pada benda itu, yang harus mereka lakukan hanyalah membawa kabur sang gadis dan menyeretnya ke tempat yang telah ditentukan.

“Lakukan sekarang!”

Sesuai perintah, dua dari tiga pria itu melangkah cepat menghampiri Jisun. Tanpa banyak bicara langsung membekap mulut gadis malang itu dengan sebuah sebuah kain dan mencekal kedua tangannya.

“Mmmm… mmm…”

Situasi yang gelap dan sepi mempermudah aksi mereka. Teriak sekuat apapun dirasa juga percuma. Apa lagi tenaga Jisun yang jelas tak sebanding dengan kedua lelaki itu, tapi sebisa mungkin ia tetap meronta. Disaat yang sama sebuah mobil hitam datang, seseorang didalamnya membuka pintu tengah kemudian memaksa gadis itu masuk. Begitu pintu tertutup, mereka langsung pergi secepat kilat. Kejadian ini berlangsung begitu cepat, bahkan mungkin tak seorangpun melihat atau menyadari aksi penculikan ini.

.

.

.

To be continue…