ja

Jeongmal Annyeong

– 4 –

Sekitar sepuluh menit berlalu, terhitung sejak Yonghoon menggiring mobilnya ke sebuah restoran kuno di daerah Jung-gu. Siang itu dia membuat janji temu bersama Kyuhyun dan Jisun. Setelah kejadian tak mengenakkan tempo hari, rasanya kurang etis bila dia tak menyapa untuk sekedar meminta maaf secara langsung. Terutama terhadap Jisun yang jelas-jelas menjadi tumbal dalam perselisihan dia dan ayahnya.

Dinding restoran yang terbuat dari kaca di bagian depannya, membuat Yonghoon mudah saja menemukan mereka berdua. Duduk bersama di bangku sudut kanan depan ditemani canda tawa yang riang. Dan tak elak, hal tersebut yang membuat Yonghoon enggan bergegas masuk. Sisi lemahnya berbisik, akankah dia sanggup menyatu bersama mereka lagi? Untuk kesekian kalinya bertingkah seolah semua baik-baik saja termasuk dirinya. Tapi memandang betapa lebar senyum dan tawa Kyuhyun bersama gadis itu saja, rasanya seperti disuntiki racun yang membuat jalan napasnya menyempit.

Setelah pengakuan Kyuhyun pada Tn. Song kala itu, Yonghoon semakin sadar bahwa tak secuil pun ruang baginya di hati Kyuhyun. Oke! Sejak awal memang dia tahu. Tapi terkadang, ketika Yonghoon mulai lelah dan muak akan pelik yang dihadapinya, sisi lemahnya akan kembali berharap. Memuja sikap peduli Kyuhyun dan membutakan mata dari luka yang sengaja Kyuhyun timbun dengan tawa hambarnya, yang padahal jika Yonghoon sadari itu adalah pelebur niat dan tujuannya melupakan Kyuhyun.

Berhenti berdebat dengan egonya sendiri, Yonghoon memberanikan dirinya masuk menemui mereka. Apa yang diperjuangkannya kini telah tercapai, lalu apa yang perlu ditangisi? Cukup dengan bersandiwara, akhir cerita ini sekilas akan tampak bahagia bukan?

“Mian-mian… Aku terlambat” ujarnya begitu sampai.

Jisun lantas menyambutnya dengan riang. “Yonghoon-ssi, wasseo?”

Lain hal dengan Kyuhyun yang merubah auranya menjadi mendung. Jangan dikira Yonghoon tak sadar. Sorotan manik gelap itu memancarkan sejuta penyesalan yang membuat Yonghoon muak seketika. Ingin rasanya ia berteriak pada Kyuhyun demi meyakinkannya ‘Aku baik-baik saja!’. Namun percuma karena pria itu  takkan mudah saja percaya.

Seorang pelayan datang setelah Kyuhyun melambaikan tangan. Ketika daftar menu dibagikan, satu-persatu dari mereka pun sibuk memilih menu makan siang.

“Aku pesan ini dan ini, kalian?” tunjuk Yonghoon pada gambar semangkok bubur abalone dan sup ayam gingseng.

“Nadoo-yo”

“Tiga bubur abalone, satu porsi besar samgyetang, dan sebotol arak beras” tutup Kyuhyun yang diikuti anggukan paham dari sang pelayan.

Dan benar saja. Sesuai bayangan Yonghoon, sepeninggalan pelayan itu suasana kembali canggung. Entahlah, sejatinya ini bukan perang dingin atau semacamnya, Tapi bukan pula waktu yang tepat untuk bercengkerama. Lantas mau sampai kapan?

“Aku ke toilet sebentar” Kyuhyun seolah menghindar. Atau memang dia sengaja memberikan waktu untuk dua wanita itu berbicara? Mungkin saja! Yang jelas ini kesempatan bagus bagi Yonghoon untuk menyampaikan tujuannya.

“Maaf atas insiden tempo hari, Jisun-ssi”

Song Jisun tersenyum. Manik bulat indahnya menyuguhkan hawa yang menenangkan. Jangankan Kyuhyun, Yonghoon yang satu gender saja ikut terpana. “Aniya, Yonghoon-ssi. Justru aku lebih mengkhawatirkanmu. Apa mereka melukaimu?”

Yonghoon nyaris tertawa. Andai Jisun melihat adegan di gudang tempat Yonghoon disekap kala itu, mungkin dia akan ikut terpingkal. “Jangan khawatir, aku baik-baik saja”

Sebotol arak beras pesanan Kyuhyun datang lebih awal dibanding makanan yang mereka pesan. Yonghoon bergerak menuangkanya pada mangkok Jisun dan beralik ke mangkoknya sendiri untuk dinikmati. Sungguh! Kala sensasi asam manis itu menyapa tenggorokannya ia bisa sedikit bernapas lega.

“Yonghoon-ssi!”

“Mmm?”

“Tentang perjodohan itu, mengapa kau mati-matian menolaknya? Bukankah kau mencintai Kyuhyun?”

Satu pukulan telak kala pertanyaan itu meluncur, Yonghoon tanggapi dengan senyum teramat getir. Ada sisi di dalam hatinya yang merintih jika kenyataan pahit ini diungkit kembali. “Aku memang mencintai Kyuhyun, tapi aku akan melepaskannya” ujarnya yang membuat Jisun kian tak mengerti.

“Kenapa?”

Kembali dilempar dalam bayangan ketika pria itu tertawa bahagia tanpanya, menjadi titik pangkal Yonghoon dalam keyakinannya merelakan pria itu bersama orang lain. Satu kenyataan yang mengharuskannya melakukan itu meski berarti ia turut menelan kesakitannya seorang diri. Hati Yonghon serasa makin diremas bahkan hanya ketika sorot sendunya beradu pada sosok Kyuhyun yang melangkah pelan menghampir mereka.

“Aku melakukannya, karena ternyata bukan bersamaku dia bahagia”

~ ~ ~ ~ ~ ~

Malam itu Tn. Song harus rela waktu rehatnya diusik oleh anak gadis tercinta. Ketika Yonghoon datang dengan sekeranjang apel merah favoritnya, Tn. Song bisa menebak anak itu sedang ada maunya. Mengingat belum pernah ada sejarahnya Yonghoon memberikan sesuatu dengan cuma-cuma.

“Ayah, biarkan aku yang mengurus cabang di Swiss!” pintanya dengan nada sedikit memaksa.

Tn. Song jelas tercengang. Ini Yonghoon yang mengigau atau telinganya yang mulai tidak beres hingga sesuatu yang konyol itu terdengar dari bibir Yonghoon. Anni! Bukan dia meragukan kemampuan anak gadisnya, hanya saja, Yonghoon yang selama ini tampak ogah-ogahan membantu, kini begitu mantap menangani anak perusahaan itu seorang diri.

“Kenapa tiba-tiba Yong?”

“Aku sedang butuh hiburan” jawabnya enteng.

Ohh! Jadi Si Bar-bar itu tengah beranggapan bahwa perusahaan adalah sejenis mainan yang dapat menari-nari demi menghiburnya? Astaga! Seseorang tolong seret dia ke tukang sirkur agar dia sedikit paham apa itu hiburan. Tn. Song tampak menarik napas dalam dan mengeluarkannya perhalan. Satu trik yang ia pelajarinya  tempo hari dari dr. Kim guna mencegah naiknya tekanan darah. 

“Kau sudah makan malam, Sayang? Mintalah bibi Jung membuat hidangan yang kau suka!” Sedikit berupaya membelokan perbincangan. Jika topik ini diteruskan maka tak menutup kemungkinan adu mulut berkumandang. Bagi pria renta sepertinya, berdebat dengan Yonghoon itu sedikit melelahkan.

“Aku habis tiga porsi tteopokki sebelum kemari.”

Fail! Tn. Song seperti tak kenal tabiat putrinya saja. Yonghoon merupakan sejenis makhluk yang ambisius. Selama tujuannya belum tercapai, jangan harap dia akan tengok kanan kiri. Bahkan dulu saat berumur 7 tahun, dia pernah dilarikan ke rumah sakit berkat aksi mogok makannya seharian full. Hal itu ia lakukan sebagai bentuk protes atas tindakan sang ayah yang membatalkan rencana jalan-jalan secara sepihak.

“Ayah, aku masih menunggu jawabanmu”

Kembali pada arah perbincangan! Untuk sekali lagi Tn. Song menghela napas panjang. Dia bukan si Bodoh yang tidak peka akan tujuan Yonghoon sebenarnya. Pasca usainya masalah pelik yang mereka hadapi, bukan berarti kini semua membaik. Terutama Yonghoon, meskipun dialah yang bersikeras membatalkan perjodohan namun pada akhirnya dia juga yang paling menderita.

Melihatnya tetap berkeliaran di sekitar Kyuhyun dan kekasihnya itu, bagi Tn. Song rasanya seperti melihat Yonghoon dicambuk di depan matanya sendiri. Sudahlah pasti hal yang sama dirasakan pula oleh putri malangnya itu, maka tak heran jika dia memutuskan untuk pergi.

“Apa kau yakin?”

“Aku yakin, Ayah”

Ya. Bersikeras melarangnya pergi sama saja membiarkan luka itu melebar di hatinya. Memang berat, tapi bagi Tn. Song kebahagiaan Yonghoon adalah yang terpenting.   “Oke! Aku akan mengijinkanmu pergi, tapi dengan satu syarat. Jadilah Yonghoon yang dulu, saat kau kembali nanti!”

Yonghoon yang dulu, bukanlah gadis dengan hati yang dingin. Meski sering bersikap sinis tapi setidaknya dia bisa tersenyum lebar. Tn. Song juga merindukan Yonghoon yang bersikap manis meski hanya demi apa yang dia minta. Ya, bagi Tn. Song, Yonghoon bukanlah gadis yang merangkak ke usia 30 tahun. Dia masih gadis kecil yang suka merengek, hanya saja cara merengeknya semakin tua semakin menyebalkan. Contohnya ketika dia kabur dari rumah saat menolak dijodohkan hingga mereka tinggal terpisah sampai sekarang.

“Inilah kenapa aku sangat mencintaimu, Ayah” ujar Yonghoon setelah misi tercapai. Satu kecupan yang hinggap di pipi sang ayah ia maksudkan sebagai hadiah, sebelum gadis itu melangkah ke dapur menghampiri Bibi Jung dengan senyumnya yang lebar. “Aku rindu omlet buatanmu, Bibi”

~ ~ ~ ~ ~

“Kyu, tolong aku!”

Pesan singkat Yonghoon yang melempar mimpi indah Kyuhyun beberapa jam lalu, cukup membuatnya serangan jantung. Bayangkan pagi-pagi buta, ketika matanya selengket permen karet, dengan separuh nyawa masih melang-lang buana, seseorang tiba-tiba meminta tolong.

Meski sempat bergelut dengan akal sehat yang tersisa, hingga menyadari bahwa sejatinya itu hanyalah jebakan. Tapi untuk memutar mimpi indahnya kembali, bersikap masa bodoh tanpa mempedulikan gadis itu, rasanya seperti Kyuhyun dipaksa menelan bongkahan batu. Kyuhyun dengan panic attect-nya memutuskan tancap gas, berharap sesuatu tak terjadi di apartemen Yonghoon, dan inilah ending yang dia terima.

Yonghoon tersenyum puas mendapati apartemennya bersih mengkilat. Berkat seseorang tiada setitikpun debu yang berani menyentuh perabot rumahnya. Siapa lagi kalau bukan Kyuhyun? Yang kini tergeletak lemas di sofa bersusah payah mengatur napas. Berani bertaruh? Nasib Kyuhyun lebih mengenaskan dibanding pekerja rodi jaman Inggris masih berjaya.

Segelas orange juice datang menyapa pipi pria malang yang nyaris terlelap itu. Perlahan ia pun bangkit dibarengi dengan Yonghoon yang mengambil posisi nyaman di sampingnya.

“Inilah akibatnya jika kau sok-sok’an bersikap canggung pada ku” ujar Yonghoon sedikit menahan tawa. Maksud Yonghoon adalah ketika mereka berkumpul bersama Jisun di café saat itu. Kyuhyun yang bersikap canggung dan nyaris tak bersuara membuat Yonghoon geram dan ingin menghukumnya.

Ada kepuasa tersendiri melihat tampang Kyuhyun menahan siksa. Seperti bocah lima tahun yang dipaksa mandi oleh ibunya. Kasihan tapi juga menggemaskan. Moment-moment inilah yang sangat dirindukannya. Dulu jaman masih remaja, yang selicik rubah adalah Kyuhyun. Tapi saat mereka beranjak dewasa terlebih setelah Kyuhyun mulai mengenal Jisun, ia lebih bisa menjaga sikap. Menjadi sok cool dan itu membuat Yonghoon makin kesal dan ingin terus menyiksanya.

“Lalu haruskah kau balas dendam dengan cara seperti ini? Kau pikir aku budakmu?”

“Hei! Aku bukan sedang balas dendam, tapi benar-benar butuh bantuan”

“Alasan!”

Rengekan Kyuhyun malah semakin menggelitiki perutnya. Lihat saja tingkahnya yang lunglai seperti nyaris tak bernyawa. Padahal Yonghoon hanya memintanya mengepel dan mengelap perabotan selagi Yonghoon diam-diam berkemas di kamar.

“Mau ku pijit? Atau ku injak-injak? Ku dengar itu bisa mengurangi rasa pegal” tawar Yonghoon dengan senyum selebar nampan yang membuat bulu kuduk Kyuhyun meremang. Jangan dikira Kyuhyun buta akan maksud cengiran iblisnya. Yonghoon yang melakukannya sama saja pembulian episode kedua.

“Tidak, terima kasih!”

Ting tong…

Bel berbunyi, yang artinya pesanan mereka sampai. Yonghoon bangkit dengan antusias. “Kyu, ambil soda di kulkas! Ayam kita datang,” ujarnya seraya bergegas membukakan pintu.

~ ~ ~ ~ ~

Sekarang pukul delapan malam. Hebatnya, dengan dalih ingin ditemani, Yonghoon berhasil menyekap Kyuhyun hingga detik ini. Pria itu protes? Anehnya tidak! Fisarat Kyuhyun mengatakan, sesuatu ingin Yonghoon sampaikan mengingat gadis itu jarang bersikap manja, hanya saja Yonghoon seolah mengulur-ulur waktu.

‘Now You See Me 2’ menjadi film yang dipilih untuk menemani petang mereka. Kyuhyun terpaksa duduk di tikar dan menyandar pada sofa yang sialnya dimonopoli oleh sang pemilik yang tiduran dengan memeluk setoples macaroni. Meski begitu Kyuhyun tampak sangat menikmati film bergenre sulapan misteri itu.

“Ya!!” protes Kyuhyun melengking ketika tanpa aba-aba segenggam macaroni masuk ke mulutnya.

“Masih baik bukan lalat yang masuk”

Satu kebiasaan buruk Kyuhyun ketika asik menonton film, kadang dia lupa menutup mulutnya. “Ini keren, Yong!  Lihat cara mereka memainkan kartunya!” ujarnya yang tetap focus pada jalan cerita sambil mengunyah makaroni. Berbeda dengan Yonghoon yang mulai enggan. Bukan karena itu tak menarik di matanya, namun sesuatu yang mengganjal di benaknya sungguh tak dapat terabaikan.

Sesuatu yang menjadi tujuan dirinya mengurung Kyuhyun di sini. Tentang rencana ia pergi, awalnya sempat ragu apakah harus ia sampaikan pada Kyuhyun, atau lebih baik pergi diam-diam tanpa sepengetahuan pria itu. Hingga akhirnya dia memutuskan. Jika memang ini adalah akhir, setidaknya biarkan ini berakhir dengan baik bukan?

“Kyu!”

“Mmm…”

“Aku akan pergi besok”

“Eodiga?” jawab Kyuhyun yang masih tak rela meninggalkan filmnya barang sedetik saja demi menatap Yonghoon.

“Switzerland”

“Ohh… Sampai kapan?”

“Molla…”

Barulah saat itu Kyuhyun membeku, namun tak berarti ia lantas menatap Yonghoon dan bertanya ‘mengapa?’. Berbagai spekulasi bermunculan di benak Kyuhyun. Namun dugaan terkuat adalah sesuatu yang menyangkut dirinya. Dia bukan si berengsek yang akan berpura-pura tak tahu apa-apa. Hanya saja, ini seperti mimpi buruk baginya mengingat sudah barang pasti dialah alasan utama kepergian Yonghoon.

“Kau sengaja pergi untuk menghindariku bukan?” Butuh sekian detik bagi Kyunyun untuk kembali bersuara, sayang nada bergetar itu masih tak dapat ia sembunyikan.

“Lebih dari itu, aku lelah Kyu. Aku ingin melupakanmu”

Tiada gunanya menutupi luka yang jelas kentara. Perasaannya yang tak terbalas, bukan lagi rahasia. Meski Yonghoon bersikeras menolak perjodohan itu namun tetap saja. Bahkan walau tampang datarnya begitu pandai bersandiwara, namun tidak dengan hatinya. Pada dasarnya. ia tak lebih dari seorang wanita rapuh yang bersembunyi di balik sikap keras kepala.

Hati Kyuhyun remuk mendengar pengakuan Yonghoon. Gadis yang paling anti mengeluh kini menumpahkan isi hatinya. Tidakkah itu artinya dia telah mencapai batas?

Seperti menelan simalakama. Meski hati Kyuhyun tak merelakan Yonghoon pergi, lantas apa haknya melarang? Dan lebih dari itu, memang apa yang bisa ia berikan jika Yonghoon tetap tinggal? Hatinya? Yang jelas-jelas telah terisi penuh oleh nama Jisun? Jangan gila! Itu sama saja membunuhnya perlahan.

“Jam berapa kau berangkat besok?” ujarnya serasa tak punya pilihan.

“Pesawatku jam sembilan pagi”

“Tunggu aku! Aku yang akan mengantarmu”

Selepas itu Kyuhyun pun bangkit, menyambar mantel di punggung sofa, dan pergi  tanpa menyadari Yonghoon membeku dengan air mata mulai menggenang dan nyaris tumbang melihat reaksi pria itu atas kepergiannya.

Kala pintu tertutup, serasa berat bagi Kyuhyun untuk tetap menyangga tubuhnya. Pria itu merosot dan meringkuklah dia  di sana. Merelakan Yonghoon bukanlah perkara mudah meski hatinya tak sepenuhnya tertuju pada gadis itu. Nyaris seperti membuang sia-sia oksigen yang jelas menopang hidupnya. Bagaimanapun, selama ini mereka tumbuh bersama. Sosok Yonghoon melebihi saudara baginya, bahkan terkadang lebih dewasa dari Cho Ahra. Dia yang selalu berada di sisinya meski tak jarang urat nadi Kyuhyun nyaris putus berkat perlakuan Yonghoon padanya. Namun ketika gadis itu menghilang, Kyuhyun tak yakin hidupnya tetap berjalan normal.

Belum lagi rasa bersalah pada Yonghoon sebab hatinya tak dapat menerima perasaan tulus gadis itu. Dalam mindsetnya, Yonghoon adalah seseorang yang telah menjadi bagian dalam hidupnya. Sama seperti Ahra, Yonghoon adalah gadis yang sangat ia sayangi. Tapi bukan rasa sayang sebagaimana yang ia rasakan pada Jisun. Perasannya pada Yonghoon adalah perasaan alami yang tulus dan kekal seperti rasa sayang antar saudara. Namun hal itu malah menjadi sumber luka bagi Yonghoon.

Satu hal yang membuatnya rela dan harus merelakan Yonghoon pergi meski sesak itu nyaris mencekiknya adalah, harapan agar Yonghoon mendapat kebahagiaan. Tersenyum meski bersama orang lain karena Kyuhyun sadar, ia tak mampu membuat lengkungan manis itu hinggap di bibir Yonghoon.

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Incheon sudah padat seperti biasa. Lalu lalang petugas dan calon penumpang membuat bandara terbesar di Korea ini tampak seperti pasar. Bahkan kursi tunggu pun hanya menyisakan beberapa bangku kosong saja. Masih sekitar lima belas menit hingga tiba waktu pemeriksaan tiket pasawat. Yonghoon yang baru tiba bersama Kyuhyun memilih bangku panjang di sisi dinding kaca.

Sudah pasti suasana kaku tak terelakkan. Hanya sekecap dua kecap kata yang berhasil lolos dari bibir Kyuhyun sejak pria itu datang menjemput Yonghoon. Meski berulang kali gadis itu mencoba mencairkan suasana tapi endingnya tetap sama. Kyuhyun seolah mengunci rapat bibirnya.

“Kau pasti merasa tak enak hati padaku, bukan?” Yonghoon seolah mengerti sebab apa hingga aura Kyuhyun begitu mendung. “Ingin ku beri tahu cara agar aku bisa memaafkanmu?” ujarnya yang berhasil merampas atensi Kyuhyun dari tampang menyedihkan itu. “Hiduplah dengan benar, Kyu! Berhenti menyerahkan dirimu pada sesuatu yang tidak kau inginkan. Lakukan apa yang memang menjadi kemauanmu.”  Sedikit memberi jeda pada kalimatnya. Yonghoon menatap lekat wajah sendu Kyuhyun yang tampak berat merelakan kepergiannya. “Dan satu lagi, lupakan hutang budi yang selama ini mengikatmu padaku! Di antara kita, tak pernah ada hal semacam itu.”

Hutang budi memang tak akan pernah ada andai kala itu Tn. Song tak meminta Kyuhyun untuk membahagiakan putrinya. Selepas kepergian sang istri, Tn. Song merasa tak memiliki siapapun kecuali Yonghoon di dunia ini. Tak heran bila dia sangat memanjakannya. Apapun itu asal Yonghoon bahagia, termasuk mengatasnamakan jasa istrinya pada Cho Ahra untuk menuntut Kyuhyun menikah dengan Yonghoon. Sayang, hal itu tak sejalan dengan takdir Tuhan.

Ting…

“Perhatian-perhatian! Para penumpang pesawat Korean Air, Boeing 747-400 dengan tujuan Zurich, Swiss, dipersilahkan menaiki pesawat melalui pintu nomor 3”

Dengan berat hati Yonghoon bangkit setelah panggilan itu mengalun dari pengeras suara. Berbeda dengan Kyuhyun yang hanya memandangi gadis itu dari tempat duduknya.

“Cha! Selamat tinggal Cho Kyuhyun!”

Yonghoon mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Kyuhyun memang menyambutnya, namun sedetik kemudian ditariklah tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Berulang kali Kyuhyun tegaskan pada diri sendiri bahwa perpisahan ini hanya sementara. Tunggu sampai suasana hati Yonghoon membaik, mungkin ketika itu dia akan kembali. Kalaupun tidak, Swiss bukanlah Negara yang tak dapat ia jamah bukan?

“Aku pasti akan sangat merindukanmu” ujar Yonghoon hingga seketika meruntuhkan benteng pertahanan yang baru Kyuhyun bangun beberapa detik lalu. Membuat pria itu kembali goyah, dengan akal sehat melayang entah kemana.

“Andai aku memintamu tetap tinggal, apa kau …”

Cup…

Kalimat Kyuhyun pun tertahan…

“Hentikan Kyu!”

Batin Yonghoon memekik tajam. Mengutuk atas kalimat yang hendak Kyuhyun ucapkan. Yonghoon telah bersumpah untuk pergi dari sini. Berjanji pada diri sendiri untuk membuang jauh rasa cintanya pada pria itu. Ia takut. Ia tak yakin akan tetap menepati janji jika Kyuhyun melarangnya pergi.

“Dengan begini kita impas” ujar Yonghoon. Sejenis alibi yang sengaja ia gunakan agar terhidar dari situas akward selepas kecupannya pada bibir Kyuhyun. Sayang butuh waktu untuk pria itu paham apa yang ia bicarakan.

“Impas?”

“Eoh! Wae? Seolma! Kau tak bermaksud melupakan ciuman yang kau curi dariku malam itu bukan?”

“Mwo?”

Tragedi yang dimaksud adalah kecupan yang Kyuhyun ambil ketika Yonghoon setengah sadar. Tepatnya sekitar sebulan yang lalu, di mana malam itu mereka bertengkar hebat karena satu kesalahpahaman yang menyeret nama Song Jisun. Yonghoon yang frustasi kala itu melampiaskannya dengan minum minuman, hingga Kyuhyun menemukannya dalam keadaan nyaris tak sadarkan diri, yang membuat pria itu menyesal setengah mati karena melimpahkan semua kesalahan pada Yonghoon.

“Kau pikir aku benar-benar terkapar hanya karena sebotol soju? Hei, aku sudah belajar banyak darimu Kyu!”

“Maafkan aku” Kyuhyun tampak menyesali perbuatannya. Ia tak lebihnya seorang pecundang besar kala itu.

“Singkirkan kata maafmu! Toh kini kita impas. Sekarang lebih baik doakan aku agar bertemu lelaki yang lebih tampan darimu disana. Dengan begitu aku bisa kembali dan bangga memamerkannya padamu”

Permintaan Yonghoon yang sedikit konyol sukses membuat pria itu tersenyum. Baguslah! Memang ini yang Yonghoon harapkan. Berpisah, namun tanpa meninggalkan setetespun air mata di pipinya.

“Akan ku tunggu, Yong!”

~ ~ ~ ~

Akhirnya kau tersenyum padaku

Dulu, aku menanti senyuman tulus itu

Tapi hari ini, itu sangat menyakitkan

Karena ini adalah sebuah perpisahan

Selamat tinggal, Cintaku! ‘Selamat tinggal’ yang sesungguhnya.

.

.

.

 

_6 tahun kemudian_

Senja yang kesepuluh kalinya datang untuk bulan pertama. Song Jisun keluar dari ruang basah di sudut kamarnya, masih dengan handuk kimono serta rambut basah yang menyisakan tetes demi tetesan air di pundak sempitnya. Hati kecilnya berbunga saat seorang gadis mungil menyambutnya dengan senyum merekah di antara kedua pipinya yang merah.

“Eomma!”

Digendongnya putri kecil itu. “Siapa yang menelepon, Sayang?” tanya Jisun kala mendapati pensolnya berada dalam genggaman sang anak yang baru menginjak usia tiga tahun. Sepuluh menit sebelum Jisun selesai membasuh diri, ia sempat mendengar ponselnya berbunyi.

“Appa”

“Jeongmal?”

“Mmm! Appa bilang, Appa tidak bisa pulang tepat waktu” nadanya yang kesal dan bibir mungilnya yang dibuat mengerucut, membuat bocah dalam gendongan Jisun itu tampak kian menggemaskan. Sepertinya ia marah pada sang ayah yang mengingkari janji untuk menemaninya ke taman sore ini.

Jisun awalnya turut kecewa mendengar kabar suaminya itu. Tak biasanya ia ingkar janji, terlebih pada putri kecil mereka. Ia berniat menelpon kembali pria itu saat tiba-tiba teringat akan sesuatu.

“Apa mungkin hari ini?” gumamnya pelan. Jisun lantas mengecek kalender dalam ponselnya dan menyadari bahwa tebakannya itu benar. Hari kesepuluh di bulan pertama, dimana suaminya itu akan pergi ke suatu tempat untuk menyendiri disana. “So Yi sayang, ayo kita beli es krim!”

“Sekarang?”

 “Eoh! Kau suka ice cream banana  dan strawberry bukan? Eomma akan membelikan dua-duanya untukmu” Jisun berniat menghibur putri semata wayangnya itu, dan sepertinya berhasil. Tampak kedua manik bulat putrinya itu berbinar begitu mendengar kata ice cream.

“Jeongmalyo?”

“Mmm!”

“Assa! Kajja Eomma!”

~ ~ ~ ~

_At Dongdaemun_

Berbekal seikat Babby’s Breath, Kyuhyun melangkah menghampiri sebuah rak kaca di sudut ruangan. Di sanalah sebuah guci mungil berbahan keramik serta foto seorang gadis cantik disemayamkan. Dua detik berselang, senyuman manis pun mengawali  sapaan lembutnya pada sosok dalam bingkai foto tersebut.

“Jal jinesseo, Yong?”

Ya. Di sinilah Kyuhyun berada sekarang. Sebuah columbarium, di mana abu jenazah Yonghoon disimpan. Minimal setahun sekali, terlebih di hari peringatan kematian gadis itu, Kyuhyun akan meluangkan waktunya untuk berkunjung.

Tiada seorangpun yang menyangka kepergian Yonghoon kala itu adalah untuk selama-lamanya. Pesawat yang membawanya menuju Switzerland mengalami kecelakaan saat mendarat di bandara Zurich. Kejadian naas tersebut menelan belasan korban jiwa termasuk Yonghoon.

Kematian gadis itu benar-benar membuat Kyuhyun terpukul. Bahkan ketika kabar itu sampai ke telinganya Kyuhyun seperti orang linglung, masih tak percaya hingga dia terbang sendiri ke sana dan menyaksikan Yonghoon tergeletak di ranjang rumah sakit kala itu. Tetap enggan terjaga seberapa keras pun Kyuhyun membangunkannya. Hal itu membuat akal sehatnya lenyap seketika. Ia mengancam akan melukai seorang dokter di sana jika tak seorang pun dapat membuat Yonghoon  terbangun. Namun bisa apa mereka? Hanya Yang Kuasa yang dapat melakukannya, tapi mungkin Tuhan terlalu menyayangi gadis itu, hingga menginginkan ia tetap disisiNya.

“Kau bosan mendengar rengekanku tiap datang kamari bukan? Aku datang bukan lagi untuk mengeluh, jadi kau tenang saja!”

 Dulu pasca kematian Yonghoon, hampir tiap minggu Kyuhyun datang kemari, untuk sekedar menyendiri atau menangis seharian. Mengutuk atas kematian gadis itu dengan berbagai alasan. Mengatasnamakan janji yang gadis itu buat sebelum pergi, yakni hidup bahagia bersama pria yang lebih tampan darinya, dan akan memamerkan pria itu padanya. Konyol bukan? Entah dia sadar atau tidak dengan apa yang dia lakukan, yang jelas itu adalah bentuk ketidakmampuannya menerima kenyataan bahwa Yonghoon telah tiada. Kyuhyun memang merelakan Yonghoon pergi, tapi dengan harapan suatu saat ia akan kembali. Bukan seperti ini!

Kyuhyun seperti orang tidak waras tiap kali datang, dan pulang dalam keadaan mabuk. Membuat semua orang turut prihatin melihat keadaannya. Hingga suatu ketika Yonghoon datang dalam mimpi Kyuhyun dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Gadis itu tersenyum lebar dan mengajaknya bercengkrama. Seolah ia merasakan kepedihan yang Kyuhyun rasakan dan berniat menghiburnya. Sejak saat itulah Kyuhyun mulai menerima kenyataan. Menganggap kematian adalah cara Tuhan untuk Yonghoon mendapatkan kebahagiaan yang kekal.

“Aku datang untuk menunjukkan ini.” Kyuhyun mengeluarkan ponselnya. Membuka bagian galeri dan menunjukkan beberapa potret seorang gadis kecil. “So Yi tumbuh besar dan cantik bukan?”

Cho So Yi, adalah buah cintanya bersama Jisun. Tiga tahun sepeninggalan Yonghoon, dan setelah rasa berkabung itu nyaris membuatnya melepaskan Jisun, Kyuhyun memberanikan diri untuk menikahi gadis itu.

Rasa bersalah Kyuhyun atas meninggalnya Yonghoon, berimbas pada retaknya hubungan pria itu bersama Jisun. Kyuhyun sempat tak kuasa bertatap muka dengannya karena gadis itu selalu mengingatkannya pada Yonghoon. Menimbulkan rasa penyesalan yang begitu besar dan itu membuatnya sangat tersiksa. Andai saja kala itu dia memilih Yonghoon dan bukan Jisun, mungkin sahabatnya itu tak perlu pergi jauh dan berakhir seperti ini. Andai ia mau berusaha sedikit lebih keras lagi untuk belajar mencintai Yonghoon. Atau andai saja dia mampu menekan sisi keegoisannya sendiri, mungkin semua akan baik-baik saja.

Beruntunglah Kyuhyun karena Song Jisun bukanlah sosok yang mudah menyerah. Semakin keras pria itu berusaha menghindarinya, sekeras itu pula usaha Jisun untuk tetap di sisinya. Hingga tiba saat Kyuhyun jatuh pada titik terlemahnya dan berniat mengakhiri hidup, Jisun berhasil merengkuh pria itu dengan segenap cinta yang dia miliki .

“Entah ini hanya perasaanku saja, atau semakin ke sini dia memang semakin mirip denganmu Yong? Belakangan dia menjadi sedikit pemarah dan keras kepala. Tiap keinginannya tidak ku turuti, bibirnya akan langsung berkerucut. Persis seperti dulu kau kecil. Awalnya aku hanya coba-coba ketika menyogoknya dengan makanan. Cara itu yang biasa ku terapkan padamu dulu, kau ingat bukan? Dan percaya atau tidak, cara itu ternyata berhasil”

Kyuhyun benar-benar dibuat tercengang akan tingkah laku putri kecilnya. Anak perempuan tiga tahun yang harusnya begitu imut dan menggemaskan, ini malah sedikit menakutkan apa lagi ketika ia marah. Bahkan suatu ketika So Yi pernah menendang pantat teman laki-laki satu Play Group-nya yang mengambil paksa sosis milik Yoona –teman dekat So Yi-. Alhasil si korban jatuh tersungkur dan menangis sejadinya. Dipanggillah Jisun ke kantor oleh sang guru berkat aksi kepahlawanan putrinya itu.

Yang lucu, adalah ketika sebatang ice cream saja mampu meluluhkan hati si kecil So Yi. Ketika anak itu merajuk kala dihadapkan dengan apa yang tidak menjadi keinginannya, cara membujuknya mudah. Sediakan saja ice cream, cake, atau segala jenis cemilan yang dia suka, sedetik kemudian dia akan lupa segalanya.

“Aku tahu kau telah menepati janjimu di sana. Meski tak kasat mata, tapi aku dapat merasakannya. Senyummu tiap kali kau datang dalam mimpiku serasa menjawab semuanya. Begitu pula denganku, Yong! Janjiku padamu telah ku tepati. Aku telah menemuan kebahagiaanku bersama Jisun dan si kecil Soyi. Semua itu, tentu saja berkat dirimu,” ujar Kyuhyun seraya membelai lembut foto Yonghoon dalam bingkai itu.

Coba Yonghoon masih berada di hadapanya sekarang, habislah rambut Yonghoon di acak-acak oleh Kyuhyun. Dan yang terjadi sedetik kemudian adalah Kyuhyun yang jempalitan, mengaduh sakit setelah tulang keringnya dicium paksa ujung wedges tebal Yonghoon. Tapi apa mau dikata? Gadis itu kini tak lagi di sisinya.

Tanpa sadar air mata Kyuhyun kembali berlinang mengingat segala bentuk kenangannya bersama Yonghoon. Meski hanya sejumput saja hal manis yang dapat dikenang karena sebagian besar yang mereka lakukan selalu menjurus pada berdebatan. Tapi justru itulah yang membuat hidup Kyuhyun lebih menarik untuk dijalani. Memberinya sedikit alasan mengapa dia harus menyambut pagi, meski untuk sekedar menjitak kepala Yonghoon yang susah sekali dibangunkan hingga telat datang ke kantor. Merecoki tidur siang Yonghoon di akhir pekan demi berguru agar kencannya dengan Jisun berjalan lancar, padahal jelas-jelas dia salah orang jika menunjuk Yonghoon sebagai juru kencannya. Memang tahu apa Yonghoon soal kencan? Seumur hidup ia hanya sekali merasakan jatuh cinta, itu pun berakhir dengan cinta sepihak. Dan masih tak terhitung lagi kenangan bersama Yonghoon yang tak mungkin dapat ia lupakan.

“Yong, aku merindukanmu! Sangat merindukanmu~”

Sekali lagi Kyuhyun menangis pilu. Mengabaikan janjinya pada diri sendiri untuk tak mengurai air matanya lagi di hadapan Yonghoon. Namun sesak di dadanya kala mengingat gadis itu membuat sisi lemah Kyuhyun menjerit merasakan kepedihan.

.

.

.

Akhirnya kau tersenyum padaku

Dulu, aku menanti senyuman tulus itu

Tapi kini, itu sangat menyakitkan

Karena aku tahu, kini kau tak lagi di sisiku

Selamat tinggal, Sayangku!

‘Selamat tinggal’ yang sesungguhnya.

.

.

.

-The End-

14947594_1852053098414570_8614080504281507653_n