3_DF345D352FRDEH36

Love is Punishment

(Sequel of The Reason)

.

“Saat ketidakmampuannya mengungkapkan cinta berbuah hukuman dari surga, masih bolehkah ia mengulang segalanya?”

~o0o~

“Baiklah, kutunggu kau di sana.”

Diletakannya ponsel itu setelah panggilan berakhir. Tak lama kemudian seulas senyumnya terbit, melunturkan paras dingin nan kaku yang selama ini ia banggakan. Well… Sebuah momen langka bagi seorang Cho Kyuhyun. Lalu apa gerangan yang membuat hatinya berbunga? Apapun itu, yang jelas lebih dari sekedar menang tander.

Sedikit berbicara tentang betapa dinginnya hati dan sikap Kyuhyun, pada wanita khususnya, tentu bukan tanpa sebab. Seperti pepatah, tiada api maka tiada asap. Begitu pula Kyuhyun yang memilih menulikan telinga pada setiap ketukan di pintu hatinya.

Percaya atau tidak, itu bukan semata-mata karena keangkuhannya, bukan pula karena mereka semua tak menarik di matanya. Namun kenyataan yang harus Kyuhyun hadapi selama ini adalah kekosongan di balik hatinya itu. Ruang itu kosong sejak seseorang berhasil membawa kabur segenap rasa di dalamnya.

Adalah Shin Rhaehoon, gadis yang bertanggung jawab penuh atas kekacauan pada dirinya. Entah gadis itu sadari atau tidak, namun dengan kepergiannya telah berhasil mengubah alur hidup Kyuhyun. Menenggelamkannya dalam penantian yang tak pasti, namun kabar baiknya, kini ia telah kembali. Itu berarti kesempatan kedua telah tiba, dan jangan harap Kyuhyun melewatkannya begitu saja.

“Sajangnim…”

Sekretaris Kim mengintrupsi gerakan cepat Kyuhyun saat keluar dari ruangan. Pria setahun lebih muda itu lantas bangkit menghampirinya. “Sore ini Anda diminta hadir ke acara pembukaan cabang baru Grup Taesan di Gyeonggi-do” tuturnya santun.

“Kirimkan saja rangkaian bunga! Aku tak punya waktu ke sana.” Kyuhyun lantas kembali pada langkahnya. Cukup limpahkan pada Sekretaris Kim saja, toh bukan urusan mendesak. Daripada sekedar menghadiri acara potong pita yang tentu akan sangat membosankan, menemui Shin Rhaehoon kini lebih penting baginya.

Seolah mendapat petunjuk dari Tuhan, ketika gadis itu pun bilang ada yang ingin ia sampaikan. Maka setali tiga uang, karena Kyuhyun juga memiliki tujuan yang sama. Itulah hal yang mendasari janji temu mereka kali ini. Nyaris di setiap derap langkah Kyuhyun meminta dalam hati, agar penantian dirinya selama ini tak’kan berujung sia-sia.

~ ~ ~ ~

“Jangan berisik So! Aku butuh konsentrasi.”

Bukannya diam, si manis bertubuh gempal itu semakin mengeong. Tampaknya sesuatu telah mengusik perhatian kucing Hima bernama Soyu itu. Tiba-tiba saja ia mondar-mandir di samping pintu hingga jendela sambil terus bersuara. Song Jisun awalnya masih sabar, namun ketika rengekan kucingnya mulai menyengsarakan telinga, ia pun menyerah.

Kala pintu ia buka Soyu langsung tancap gas. “So, mau kemana??”

Guk… guk… guk…

Disambutlah Soyu oleh Mongie. Anak husky bermata biru itu melompat kegirangan saat bertemu Soyu, berbeda dengan pemiliknya yang terlihat lunglai seolah puasa sehari semalam.

“Yonghoon? Apa yang kau lakukan di sini?” Jisun terbengong, ini bukan jamnya Yonghoon bisa berkeliaran sesuka hati. Apa gadis itu mau ditendang dari kantornya?

“Aku bosan,” jawabnya yang membuat pertanyaan di kepala Jisun kian beranak-pinak, tapi sengaja ia simpan setelah melihat kondisi Yonghoon yang seperti ini mustahil memberikannya jawaban yang memuaskan.

Well… Semanjak kejadian tak mengenakkan seminggu lalu, semangat hidup Yonghoon seolah menguap hingga ribuan persen. Semua yang ia kerjakan berakhir dengan kacau, dan itu berimbas pada rekan kerjanya yang lain. Mungkin benar, lebih baik ia mengambil libur barang sehari untuk sedikit menata hatinya kembali.

~ ~ ~ ~

“Mwo? Michoseo?”

Jisun salah besar. Dugaannya meleset jauh dari perkiraan. Yonghoon yang dikiranya cuti ternyata berniat mengundurkan diri. Ini gila, mengingat betapa dulu Yonghoon bersusah payah mencari pekerjaan hingga mendapat posisi nyaman di tempat itu, lalu kini ia buang layaknya sampah. Sepelik apapun masalah yang ia hadapi bukankah masih terlalu dini untuknya mengambil keputusan?

“Kau kira mudah tetap berdiri tegak di hadapannya setelah apa yang dia lakukan padaku? Tersenyum manis seperti idiot seolah tak pernah terjadi apapun. Aku tidak bisa, Ji!” Yonghoon dengan mudahnya tersulut emosi. Masih jelas terlihat luka hatinya yang menganga lebar. Wajar, luka akibat pengkhianatan bukan sekedar goresan yang akan sembuh dalam hitungan hari, atau beberapa minggu ke depan. Luka itu membekas seumur hidup dan tak’kan mudah ia lupakan.

Seperti dongeng, bahkan dramatisnya melebihi kisah Cinderella yang menemukan pangerannya. Pria itu awalnya datang bak malaikat dengan sayap yang mampu membawanya terbang ke mapa pun. Begitu indah dengan pesonanya yang menghanyutkan. Yonghoon tak pernah memimpikan dirinya terlibat roman picisan dengan seorang pimpinan perusahaan. Ia hanya ingin hidup senormal mungkin, menikmati indahnya cinta bersama pria yang memang setara. Tapi apa? Tuhan menginginkan jalan yang berbeda.

Cho Kyuhyun yang datang kala itu jelas-jelas menawarkan cinta. Dan bukan hal mudah bagi Yonghoon untuk mengabaikannya. Pertama, jabatan Kyuhyun dapat mengancam posisinya. Bisa saja ia dipecat jika tak menuruti permintaan Kyuhyun. Kedua, atas dasar apa Kyuhyun menyukainya? Mereka bukan sosok yang sering bertegur sapa. Tentang ketulusan, pria itu jelas masih patut dipertanyakan. Tapi ayolah! Itu alasan klise. Terlepas dari kekhawatirannya tentang itu semua, Yonghoon masihlah gadis normal. Gadis yang akan terpana melihat ketampanan serta kewibawaan seorang  Cho Kyuhyun.

Awalnya semua baik-baik saja. Meski Kyuhyun bukan sosok yang akan menghujaninya dengan kejutan kecil semacam bunga mawar atau makan malam yang romantis. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama di apartemen Kyuhyun. Menonton film ataupun membaca buku. Tapi itu tak membuat Yonghoon merasa keberatan. Bahkan dengan demikian perlahan ia dapat mengenal bagaimana Kyuhyun. Betapa dinginnya sosok itu dan bagaimana ia menjalani hidupnya selama ini.

Kyuhyun bukan sosok yang ramah, dunia tahu itu persis. Dia orang yang seperlunya, bahkan pada Yonghoon yang notabennya adalah seorang kekasih. Tak khayal itu sempat membuat Yonghoon ragu. Tentang benar atau salah jalan yang ia pilih. Mengapa semua terasa berat dan mencekik? Namun suatu ketika di mana ia melihat setitik ketulusan di mata Kyuhyun untuknya, Yonghoon bertekat untuk bertahan. Sekuat tenaga menekan egonya agar tetap bersanding. Menjalin hubungan bersama pria sedingin Kyuhyun memang bukan sesuatu yang mudah. Satu hal yang menjadi penghibur hatinya hanyalah harapan bahwa suatu saat nanti pria itu akan menerimanya sepenuh hati. Hingga tepat di hari ke seratus mereka, semua terbongkar. Hal yang Kyuhyun sembunyian sekian lama akhirnya muncul ke permukaan dan memuluh lantahkan segalanya, hubungan, termasuk hati, dan perasaan seorang Yonghoon.

“Lalu apa rencanamu setelahnya?” tanya Jisun setelah kebisuan yang sengaja ia buat demi mengurangi perdebatan serius. Yonghoon masih terlalu sensitive, dengan akal sehat yang tertimbun jauh di dalam emosi.

“Molla! Aku sedang malas ke sana ke mari merengek minta pekerjaan.”

“Sampai kapan? Kau lupa Mongie juga butuh makan? Dan bagaimana kau akan menghadapi tuan tanahmu yang super cerewet itu?” Jisun berusaha menggali akal sehat Yonghoon dengan beban hidup yang harus ia tanggung.

“Ahh! Atau kalau tidak, aku di sini saja membantumu,” Nah, kebiasan buruk Yonghoon. “Kau bisa mempekerjakanku. Aku tahu sedikit cara bersih-bersih dan memasak. Tempat tidurmu juga cukup untuk dua orang, bukan? Belakangan ini tidurku manis Ji, kau tenang saja!” ujarnya dengan tampang dibuat sok imut.

“Tidak, terima kasih! Waktuku masih sangat cukup untuk menyapu dan mengepel sendiri. Dan memang tempat tidurku cukup untuk berdua, tapi selama ini Soyu menolak tidur sendirian. Kau tahu bukan?”

“Heol! Nappeun yeon!”

~ ~ ~ ~

Masih sepuluh menitan menjelang waktu yang mereka janjikan. Cho Kyuhyun sesekali membenarkan letak dasi yang sesungguhnya telah rapi, sebagai imbas dari ulah jantung yang menolak untuk tenang. Ia lantas merogoh saku bagian bawah jasnya, cincin sudah siap. Begitu pun dengan seikat mawar merah muda yang ia sembunyikan di bangku sampingnya, telah siap menunggu kedatangan Rhaehoon. Oke, lupakan sejenak Cho Kyuhyun yang angkuh dan berwibawa. Ia sedang menjelma menjadi sosok yang tengah dimabuk cinta.

“Hei, kau sudah datang?”

Kyuhyun terkejut saat bahunya ditepuk. Namun senyum lebarnya sirna mendengar suara yang tertangkap telinganya. Hei, bukan manusia ini yang ia nantikan. Sial! “Sedang apa kau di sini?” ujarnya sedikit tak terima melihat Hyuk Jae duduk di bangku yang ia siapkan khusus untuk Rhaehoon.

“Rhaehoon yang mengundangku.”

“Mwo?”

Firasat buruk. Kedatangan Hyukjae seolah pertanda ini tidak beres. Lalu apa maksud pertemuan special yang Rhaehoon bicarakan?

“Ommo! Ige Mwoya?” Hyukjae mulai lancang memainkan seikat bunga milik Kyuhyun. Ia berniat mengolok Kyuhyun dengan menjadikan bunga itu sebagai lelucon namun tampang Kyuhyun sedang tidak berminat untuk tertawa. “Heol! Jangan-jangan kau …? Daebak!” Ya. Apa lagi? Bunga yang indah, tempat mewah, lagu yang syahdu, dan penampilan Kyuhyun yang rapi bak calon pengantin. Sudah jelas apa niat sesungguhnya datang ke mari bukan? “Astaga! Apa tidak seharusnya aku berada di sini?”

“Aku akan sangat berterima kasih jika kau bersedia angkat kaki”

Seketika Hyukjae menghela napas panjang. Setega itukah Kyuhyun padanya? “Ayolah teman! Ijinkan aku menyaksikan moment bahagia ini?”

“Baiklah! Tapi bawa surat pengunduran dirimu besok.” Matilah dia. Hyukjae melupakan siapa Kyuhyun. Atasan berkedok teman yang bahkan sewaktu-waktu juga dapat berubah menjadi malaikat yang tega mencabut nyawanya.

“Arraseo! Aku pergi, dasar curang!”

Puas mengumpat, Hyukjae bangkit dengan tampang tak ikhlas. Namun terlambat, kehadiran seseorang membuatnya enggan melangkah pergi.

“Eodiga?” Gadis itu datang. Shin Rhaehoon, dengan senyum cerah yang masih sama sejak kepergiannya. Menghanyutkan dan sulit di lupakan. Hingga dua detik pertama Hyukjae  masih membeku. Meyakinkan dirinya bahwa itu benarlah Shin Rhaehoon.

“Rhaehoon-aahhh… Oraen manhida… Neomu bogoshopda..” detik kemudian dekapan hangat pun tercipta. Rhaehoon membalasnya dengan menepuk pelan punggung Hyukjae. Tiga tahun berlalu, tak disangka ia begitu dirindukan.

“Mmm… Nadoo bogoshipo Hyukjae-ah…”

Kyuhyun tersenyum tipis melihat adegan menggelikan di depan matanya. Mengingat bahwa ia juga sempat bertingkah demikian saat menjemput Rhaehoon kala itu di bandara. Namun fokusnya tak lama kemudian beralih pada seorang pria yang baru ia sadari datang bersama Rhaehoon. “Nuguseyo?” tanyanya pada pria itu.

Mendengar pertanyaan Kyuhyun, Rhaehoon perlahan melepaskan diri dari rengkuhan Hyukjae “Oh ya! Kalian berdua, kenalkan! Dia tunanganku.”

Dengan senyum menawan dari bibir tipisnya, pria itu mendekat seraya mengulurkan jabat tangan, “Lee Donghae imnida.” Tak perlu dipertayakan bagaimana ekspresi dan perasaan Kyuhyun. ‘Hukuman mati’ mungkin menjadi ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana situasi ini di matanya. Bahkan jika diperhatikan, Lee Hyuk Jae pun sekarang masih membeku di tempat.

~ ~ ~ ~

Setelah menempatkan mobilnya di basement, Kyuhyun melangkah lunglai menuju lift. Masih baik ia mau berangkat kerja setelah kejadian tempo hari yang sempat menguncang jiwanya. Shi Rhae Hoon benar-benar sukses mengobrak-abrik pertahanan diri yang Kyuhyun bangun sekian lama demi menantikannya. Setelah semua itu hancur, lantas kini apa yang harus ia lakukan? Bahkan untuk memulai hari saja Kyuhyun seolah enggan.

Tiba di lantai pertama, lift berhenti dan pintu pun terbuka. Tampak seseorang hendak memasuki lift namun langkahnya terjeda. Sosok gadis dengan setelan busana yang rapi, tengah menimbang apakah ia harus masuk atau lebih baik jangan. Hatinya mengutuk keras, mengapa harus pria itu yang berada di dalam sana? Namun sebelum ia mengambil keputusan, Kyuhyun lebih dulu bersuara.

“Yonghoon-ssi, kau tidak naik?” ujarnya seraya menekan tombol agar pintu lift tetap terbuka.

Serba salah! Kalau ia naik akan secanggung apa mereka? Tapi akan sangat tidak etis jika ia menolaknya. “Ne”. Masa bodoh! Lagi pula, ini untuk terakhir kalinya bukan?

Satu menit lift bergerak, keduanya masih tenggelam di kebisuan. Dan memang apa lagi yang patut mereka bahas? Kalau biasanya Yonghoon akan sedikit berbasa-basi menanyakan apakah Kyuhyun tidur nyenyak semalam, kini sudah bukan haknya lagi sejak Kyuhyun memutuskan hubungan. Bukan karena itu saja, rasa sakit yang Kyuhyun tinggalkan, mustahil jika tak membuat hati Yonghoon mengeras. Ia bukan gadis berjiwa malaikat yang akan rela hati sekalipun disakiti.  

Namun percaya atau tidak, kecangungan itu bukan dirasakan oleh Yonghoon semata. Bahkan bibir Kyuhyun seolah beku meski dalam hati ia ingin berbincang walau sekedar bertanya kabar. Sebiadap apapun dirinya menipu Yonghoon selama ini, pastilah ada satu titik kecil di mana timbul rasa penyesalan. Mengapa ia dengan bodohnya menerima tawaran Kim Heechul dan mengorbankan gadis malang itu? Andai Kyuhyun dapat memutar waktu kembali, ia pasti akan mencari jalan lain untuk keluar dari masalah itu tanpa harus melibatkan Yonghoon.

“Mianhae,” lirih Kyuhyun tanpa sadar. Menatap punggung sempit gadis itu membuat rekaman kejadian seminggu lalu kembali berputar di benaknya. Mengingatkan betapa kejam perkataannya menghancurkan hati dan perasaan Yonghoon.

“Ne?”

 “Maaf atas segala yang ku lakukan padamu.”

Yonghoon membeku walau sesaat. Sungguh, entah ia yang terlampau dungu atau memang pengaruh Kyuhyun yang begitu besar padanya, hingga dengan kalimat itu saja mampu membuat hatinya goyah. Kembali melupakan bawa ia hanyalah seekor pungguk yang memimpikan bulan. Apakah Kyuhyun menyimpan maksud lain di balik kata maafnya itu? Mungkinkah …

Ting!

Tiba di lantai sepuluh, lift kembali berhenti dan tak lama kemudian pintu mulai terbuka. Hal itu berhasil menyeret akal sehat Yonghoon yang nyaris terbuai oleh sepenggal kata maaf. Cukup sekali baginya bertekuk lutut dan memohon belas kasih pada Kyuhyun kala itu.

“Ne, kheurom!” Yonghoon memilih tak banyak bicara. Ia sekedar mengiyakan perkataan Kyuhyun, membungkuk hormat, lantas keluar. Sejatinya apa yang Kyuhyun lakukan padanya bukanlah perkara sepele yang mudah selesai dengan kata maaf, tapi Yonghoon tak sudi lagi berdebat. Baginya semua sudah selesai. Mengungkit masalah itu lagi, sama saja ia membiarkan hatinya terkoyak kembali.

~ ~ ~ ~

Kyuhyun menduduki kursi kebesarannya dengan helaan napas panjang. Kalimat terlampau singkat Yonghoon serta raut dingin yang ia tunjukan, membekas kuat dalam benak Kyuhyun dan menimbulkan rasa aneh yang menggangu. Ia merasa seolah sesuatu telah hilang. Tapi apa itu, ia sendiri tidak yakin. Memang hubungannya dengan Yonghoon sudah berakhir, yang berarti ia takkan lagi berurusan dengannya. Lantas apa karena itu? Ei~ Seolma! Namun entah mengapa ini membuat hatinya merasa sangat tidak nyaman.

Tok… tok… tok…

Sedikit terkejut saat mendapati Sekretaris Kim telah berdiri di ambang pintu. Pria itu masuk dan meletakkan secangkir minuman di meja Kyuhyun, “Lemon madu, Sajang-nim. Ku lihat anda kurang sehat hari ini,” ujarnya hingga berbuah senyuman tipis di bibir Kyuhyun.

“Gomawo.” 

Tak selesai di situ, pria yang telah mengabdi hampir empat tahun dengannya itu kemudian meletakan sebuah map untuk Kyuhyun baca. “Ini laporan hasil rapat kemarin,” jelasnya.

“Mmm… Sugohaeseo!”

“Ne, ghamsahamnida.”

Sepeninggalan Sekretaris Kim, Kyuhyun mulai  membuka lembar demi lembar laporan tersebut. Rapat kemarin menunjukkan hasil yang memuaskan, tampak dari permintaan pelanggan yang maningkat tajam setelah beberapa saat mengalami penurunan dan sempat membuatnya merasa stres. Di saat dirinya kacau itulah Kyuhyun berlari pada Kim Heechul, hingga menyeretnya pada pertaruhan konyol, meski terbukti sepupunya itu telah menepati janji.

Sial! Lagi-lagi taruhan itu mengingatkannya pada sosok Yonghoon. Mulai dari bagaimana ia memikatnya, hingga bagaimana semua itu berakhir pun di tangannya. Satu per satu muncul bagaikan virus yang menyerang otaknya hingga tak dapat ia kendalikan. Apakah ini semacam karma? Atau hanyalah efek dari sakit hatinya yang baru saja terluka atas kabar mengejutkan dari Rhaehoon, hingga dirinya menjadi sangat sensitive.

Oh ya! Bukankah perasaan aneh ini harusnya ditimbulkan oleh gadis itu? Bagaimana pun Kyuhyun telah menghabiskan waktu selama tiga tahun terakhir untuk menunggu Rhaehoon kembali. Dan apa yang ia terima kini sungguh tidaklah adil. Namun yang membuat Kyuhyun tak habis pikir, mengapa kepalanya kini malah dipenuhi oleh Yonghoon, Yonghoon, dan Yonghoon?

“Sial!” Sekali lagi Kyuhyun mengumpat sebal.

Diraihlah lemon madu pemberian Sekretaris Kim tadi. Rasa manis dan asam yang pas, serta kehangatan yang diberikan oleh seteguk minuman itu, membuat perasaan Kyuhyun menjadi sedikit lebih tenang. Ya, benar-benar sedikit. Atau lebih tepatnya ‘sebentar’, sebab setelah itu ia kembali dibuat resah oleh minuman tersebut. Bukan karena ramuan itu meninggalkan efek mengerikan di lidahnya, namun karena rasa khas yang begitu familiar. Detik kemudian Kyuhyun bergerak menyambungkan telepon di meja pada sekretarisnya di luar sana.

“Ne, Sajang-nim,” jawab Sekretaris Kim dari seberang saluran.

“Jong In-ah, apa Yonghoon yang membuat minuman ini?”

“Ne? Aniyo!” Kim Jong In terdengar gelagapan, tampak dari nadanya yang tiba-tiba meninggi.

“Geojimal!”

Ya, sekretarisnya itu memang selalu payah dalam urusan membual. “Ne. Eotteokhae arayo?”

Brakk!!

Enggan menjawab pertanyaan Jong In, Kyuhyun segera menutup paksa telepon. Rahangnya mengeras bukan tanpa alasan. Perasaannya telah dibuat semakin kacau oleh gadis bodoh itu. Bagaimana tidak? Di saat seharusnya Yonghoon mengutuk dan membencinya, namun ia malah diam-diam mempedulikannya. Jelas itu membuat Kyuhyun merasa semakin buruk pada dirinya sendiri. Atau, mungkinkah ini bentuk hukuman dari Yonghoon?

“Song Yonghoon, kau benar-benar!”

.

.

-o0o-

tumblr_n1dax26jHg1t24ou4o1_1280